MENU

Sabtu, 06 Agustus 2011

Alamat kantor Hukum Adcokat - Pengacara di Kota Semarang

Kantor Hukum Kalingga
Alamat: Jl. Pamularsih Ray No.104, Cabean, Semarang Barat,
Kota Semarang, Jawa Tengah 50141, Indonesia
Telepon: +62 24 76670350

PENGACARA WDY & PARTNERS
Alamat: Jl. Bledak Kantil II Nomor 45, Tlogosari Kulon, Pedurungan, Tlogosari Kulon,
Kota Semarang, Jawa Tengah 50196, Indonesia

Telepon: +62 852-2544-6928

Kantor Advokat/Pengacara
Alamat: Perumahan Candirejo Permai,

JL. Asoka, Jumbar Tuntang, Dadapsari, Semarang
Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 50173, Indonesia
Telepon: +62 298 340045

DPC Peradi Semarang
Alamat: Jl. Muradi I No.40, Kalibanteng Kulon, Semarang Bar.,

Kota Semarang, Jawa
Tengah 50145, Indonesia
Telepon: +62 24 7619421

B Tedjorahardjo SH Kantor Advokat
Alamat: JL. Letjen. Suprapto 1, Semarang, 50121, Tanjung Mas, North Semarang,
Semarang City, Central Java 50174, Indonesia
Telepon: +62 24 3541704

Kantor Advokat Pramudya SH
Alamat: Komplek Semarang Indah Blok D-17/17-B, Semarang, Tawangmas, West Semarang,
Semarang City, Central Java 50144, Indonesia
Telepon: +62 24 7614526

Lembaga Bantuan Hukum Semarang
Alamat: Jalan Jomblangsari IV Nomor 17, Jomblang, Candisari,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50256, Indonesia
Telepon: +62 24 86453054

Law Office Yosep Parera And Partners
Alamat: D 16 No 5, Jl. Semarang Indah, Tawangmas, Semarang Bar.,

Kota Semarang, Jawa
Tengah 50144, Indonesia
Telepon: +62 818-242-229

Lembaga Bantuan Hukum Jawa Tengah
Alamat: Jl. Kanguru I No.5, Gayamsari,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50248, Indonesia
Telepon: +62 24 70111701

Kantor Pengacara Santoso SH
Alamat: Jl. Taman Seteran Baru No.550134, Miroto, Semarang Tengah,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50134, Indonesia
Telepon: +62 24 3552438

Benny Bambang Irawan Nitinegoro, S.H., M.Hum
Alamat: JL Pemuda, 70, Pandansari, Semarang Tengah,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50139, Indonesia
Telepon: +62 24 3546280

BPKH-MKGR Jawa Tengah (Agus Mandono, S.H)
Alamat: JL. HOS. Cokroaminoto, No. 23, Barusari, Semarang Sel.,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50511, Indonesia
Telepon: +62 24 3560874

Kantor Pengacara Kairul Anwar SH & Partners
Alamat: JL. Jatingaleh I 242-A RT 003/0250235, Ngesrep, Banyumanik,

Semarang City, Central Java 50261, Indonesia
Telepon: +62 24 7475562

Kantor Advokat Dan Konsultan Hukum R. Sutjahjono, S.H
Alamat: JL. Rasamala IV / 47, Kelurahan Srondol Wetan, Kecamatan Banyumanik, Srondol
Wetan, Banyumanik,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50263, Indonesia
Telepon: +62 24 70133684

John Richard Latuihamallo Sh Mh & Partners Law Office
Alamat: Jl. Singosari I No.24, Pleburan, Semarang Sel.,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50241
Telepon: (024) 8313089

Kantor Advokat/Pengacara
Alamat: Perumahan Candirejo Permai, JL. Asoka, Jumbar Tuntang, Dadapsari, Semarang
Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 50173
Telepon: (0298) 340045

B Tedjorahardjo SH Kantor Advokat
Alamat: JL. Letjen. Suprapto 1, Semarang, 50121, Tanjung Mas, North Semarang,
Semarang City, Central Java 50174
Telepon: (024) 3541704

Kantor Hukum BALAKRAMA
Alamat: Jl. Kijang I, Gayamsari,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50161
Telepon: 0813-9080-6999

Perhimpunan Advokat Indonesia
Alamat: Jl. Peleburan Raya No.20, Pleburan, Semarang Sel.,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50241
Telepon: (024) 2314296

Pengacara Ali Mansur, S.HI.,M.H
Alamat: Jalan Walisongo KM. 12 No. 63, Tambak Aji, Ngaliyan, Tambakaji, Ngaliyan,
Kota Semarang, Jawa Tengah 50185
Telepon: 0856-4152-5418

Djoko Widodo, S.H. & Rekan
Alamat: JL. Pisang Lemper Tengah II, RT 05 RW 03, Lamper Tengah, Semarang Sel.,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50248
Telepon: 0813-2661-5554

Saksono Yudiantoro Sh Mh
Alamat: Jl. Batan Selatan 20, Miroto, Semarang Tengah,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50134
Telepon: (024) 3540200

Law Office Yosep Parera And Partners
Alamat: D 16 No 5, Jl. Semarang Indah, Tawangmas, Semarang Bar.,

Kota Semarang, Jawa Tengah 50144
Telepon: 0818-242-229

Jumat, 05 Agustus 2011

. . : : Klinik HukumOnline : : . .

KAMUS HUKUM :

PROSES HUKUM :
Surat Permahonan Pendampingan
Berita Acara Perkara (Kronologi)
Berita Acara Penyidikan (Investigasi)
Surat Kuasa
Klarifikasi
Somasi 



REGULASI UMUM :

UU RI No.17 Tahun 2013 tentang Ormas & LSM
UU RI No.39 Tahun 1999 tentang HAM
UU RI No.40 Tahun 1999 tentang PERS
UU RI No.05 Tahun 1999 tentang Monopoli & Persaingan Usaha
UU RI No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
UU RI No.02 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 42 butir 1 tentang Hub. kerjasama dengan Polri
Peraturan kapolri No.07 Tahun 2006 Pasal 10 butir D & E tentang Hub. kerjasama dengan Polri
PP RI No.02 Tahun 2003 Disiplin Polri Pasal 6 butir W tentang Pungli


REGULASI ADVOKASI :UU RI No.16 Tahun 2011 tentang Pelayanan Bantuan Hukum
UU RI No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
UU RI No.16 Tahun 2011 tentang Pedoman Bantuan Hukum
UU RI No.18 Tahun 2013 tentang Advokasi
PP RI No.42 Tahun 2013 tentang Syarat & Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum
PerMA No.1 Tahun 2014 tentang Bantuan Hukum



K U H Pidana :
KUHP Pasal 52 tentang Pejabat Terpidana +1/3 hukuman
KUHP Pasal 56 tentang Bersekutu / Terlibat Kejahatan
KUHP Pasal 107 tentang Makar / Sparatisme
KUHP Pasal 110 tentang Mufakat Jahat
KUHP Pasal 156 tentang Wajib Lapor Dugaan Pidana
KUHP Pasal 221 tentang Menghalangi Proses Penyidikan
KHUP Pasal 233 tentang Menghilangkan Barang Bukti
KHUP Pasal 242 tentang Sumpah Palsu & Keterangan Palsu
KHUP Pasal 263 tentang Pemalsuan
KHUP Pasal 310 tentang Pencemaran Nama Baik
KHUP Pasal 315 tentang Penghinaan Ringan
KHUP Pasal 318 tentang Perbuatan Fitnah
KHUP Pasal 335 tentang Tindakan Tidak Menyenangkan
KHUP Pasal 351 tentang Penganiayaan
KHUP Pasal 362 tentang Pencurian
KHUP Pasal 365 tentang Pencurian + Kekerasan / PERAMPASAN
KHUP Pasal 368 tentang Pemerasan + Ancaman Kekerasan / TEROR
KHUP Pasal 372 tentang Penggelapan
KHUP Pasal 378 tentang Curang / Penipuan

Kamus HUKUM.docx


Penjelasan Pasal 221 KUHP tentang menghalangi penyidikan


Dalam Pasal 221 KUHP, diatur mengenai hukuman pidana orang yang menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1.    barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

2.    barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.




Penjelasan Pasal 233 KUHP tentang Merusak barang Bukti

Jika yang Anda lakukan adalah merusak barang bukti, maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 233 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.



Penjelasan Pasal 56 KUHP tentang berkomplot

Mengenai membantu terjadinya suatu kejahatan (medeplighitigheid) diatur dalam Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menyatakan:

Dipidana sebagai pembantu (medeplichtige) suatu kejahatan:
Ke-1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
Ke-2. Mereka yang sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
 

Sedangkan, tindak pidana penipuan diatur Pasal 378 KUHP yang menyatakan:



Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kata kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapus piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.



Dari rumusan Pasal 378 KUHP tersebut, maka tidak hanya orang yang berniat untuk menguntungkan diri sendiri yang dapat dikenakan pidana penipuan, namun juga orang yang berniat menguntungkan orang lain.



Dalam permasalahan yang Anda tanyakan, memang orang yang membantu terjadinya penipuan tersebut tidak menguntungkan diri sendiri, namun apabila tindakannya tersebut menguntungkan orang lain (pelaku penipuan), maka orang yang membantu terjadinya tindak pidana penipuan tersebut dapat dikenai pidana sesuai dengan pengaturan Pasal 56 Jo. 378 KUHP.



Penjelasan UU ITE tentang penipuan

Mengenai penipuan online tidak ada pengaturannya secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Yang diatur dalam UU ITE adalah penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE:


“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”


Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.[1]


Melihat pada ketentuan dalam UU ITE, yang menjadi titik beratnya adalah adanya berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen. Tidak penting berapa kerugian yang diakibatnya.


Selain dalam UU ITE, ketentuan mengenai tindak pidana penipuan juga dapat ditemukan dalam Pasal 378 dan Pasal 379 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:


Pasal 378 KUHP:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”


Pasal 379 KUHP:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”


Jika melihat pada ketentuan dalam KUHP, maka yang dibedakan adalah apakah tindak pidana tersebut adalah penipuan atau penipuan ringan.


Penipuan ringan adalah penipuan dimana barang yang diserahkan akibat penipuan itu harganya tidak lebih Rp. 25,-. Akan tetapi, dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 16 Tahun 1960 tentangBeberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidanadan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP, maka jumlah Rp. 25,- tersebut disesuaikan menjadi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).


Melihat pada ketentuan Pasal 379 KUHP, jelas bahwa yang dimaksud dengan penipuan ringan bukan yang harga barangnya minimal Rp 2.500.000,- akan tetapi yang harga barangnya tidak lebih dari Rp 2.500.000,00.


Mengenai kasus Anda, jika Anda ditipu sejumlah Rp100.000,- yang berarti tidak lebih dari Rp2.500.000,- maka tindak pidana tersebut dianggap sebagai penipuan ringan yang diatur dalam Pasal 379 KUHP.


Akan tetapi, sebagaimana disampaikan oleh Iman Sjahputra dalam artikel Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik, jumlah kerugian konsumen dari transaksi elektronik banyak, akan tetapi seringkali tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Padahal beberapa masuk ranah pidana seperti kasus penipuan.



Penjelasan Pasal 372 dan 374 tentang Penggelapan


Pasal 372 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 374 KUHP:


Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Mengenai Pasal 372 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258) mengatakan bahwa penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 362 KUHP. Bedanya ialah bahwa pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada di tangan pencuri dan masih harus “diambilnya”, sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tindak pidana tidak dengan jalan kejahatan.

Sedangkan mengenai Pasal 374 KUHP, R. Soesilo menjelaskan bahwa ini adalah penggelapan dengan pemberatan. Pemberatan-pemberatan itu adalah:

1. Terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya (persoonlijke dienstbetrekking), misalnya perhubungan antara majikan dengan buruh;

2. Terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya, misalnya tukang binatu menggelapkan pakaian yang dicucikan kepadanya;

3. Karena mendapat upah uang (bukan upah yang berupa barang), misalnya pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, barang itu digelapkannya.




Penjelasan Pasal 263 tentang  Dokumen Palsu

Tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1.    akta-akta otentik;
2.    surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3.    surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4.    talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5.    surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.
Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:
1.    dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
2.    dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
3.    dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
4.    surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).
Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut Soesilo dilakukan dengan cara:
1.    membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
2.    memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
3.    memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
4.    penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).
Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah: (Ibid, hal. 196)
1.    pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;
2.    penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup;
3.    yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.
4.    Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.
Lebih lanjut, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Surat otentik, menurut Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang, oleh pegawai umum seperti notaris (hal. 197).

Penjelasan Pasal 242 tentang Kesaksian Palsu

Memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) khususnya ayat (1) dan (2) tentang memberi keterangan di atas sumpah atau yang biasa disebut delik Sumpah Palsu/Keterangan Palsu:

Ayat 1:
“Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Ayat 2:
“Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 183) menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum unsur-unsur ini harus dipenuhi:
a.    Keterangan itu harus di atas sumpah.
b.    Keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu.
c.    Keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh pemberi keterangan.

Soesilo juga menambahkan bahwa supaya dapat dihukum pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di atas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, dengan lain perkataan, jika ternyata ia tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum. Menyembunyikan kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari pada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (disengaja).

Sebelum saksi tersebut dituntut melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu, hakim memperingatkan saksi terlebih dahulu. Pasal 174 KUHAP menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu. Kemudian, apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.

Cara Menaksir Harga Rumah Berdasarkan NJOP

Harga rumah di Jakarta bisa dikatakan tidak murah lagi. Bahkan, rumah petakan yang ukurannya kecil dijual dengan harga ratusan juta ru...