MENU

Senin, 12 Februari 2018

MEMBACA APBD DAN LKPD: BANTUAN SOSIAL DAN BELANJA BANTUAN SOSIAL


Salah satu dari sekian banyak yang harus dibaca di dalam struktur APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) adalah membaca anggaran belanja bantuan sosial dan bantuan sosial. Untuk mengawali pembahasan ini (Membaca APBD: Bantuan Sosial dan Belanja Bantuan Sosial) ada baiknya saya sajikan pengertian dari belanja bantuan sosial dan bantuan sosial. Pengertian bantuan sosial dapat dibaca di dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, pasal 1 angka 15, “Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada  individu,  keluarga,  kelompok  dan/atau  masyarakat yang  sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial”. Sedangkan untuk pengertian belanja bantuan sosial dapat dibaca di dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, BAB III Ketentuan Bantuan Sosial, 3.1. Pengertian Belanja Bantuan Sosial danRisiko Sosial, “Belanja Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya  risiko sosial”.

Kebanyakan orang dalam membaca APBD tidak dapat membedakan antara belanja bantuan sosial dan bantuan sosial, padahal dari pengertian di atas saja maka diantara belanja bantuan sosial dan bantuan sosial terdapat perbedaan yang mendasar. Memang, bagaimana cara membaca APBD sangat berbeda dengan membaca frasa-frasa lainnya. Secara sederhana, saya dapat membedakan antara bantuan sosial dengan belanja bantuan sosial, sebagai berikut: bantuan sosial dapat saya artikan suatu proses untuk bagaimana beroleh dan memberikan bantuan sosial sampai dengan mempertanggungjawabkannya, sedangkan belanja bantuan sosial dapat saya artikan suatu proses penganggaran, penatausahaan, dan pelaporan. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa semua bantuan sosial harus dianggarkan dalam APBD, termasuk penatausahaan dan pelaporan kedalam belanja bantuan sosial, akan tetapi tidak semua belanja bantuan sosial merupakan  bantuan sosial.

Lebih lanjut, untuk memperoleh dan memberikan serta mempertanggungjawabkan bantuan sosial kita lebih tunduk pada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012. Konsekuensi untuk memperoleh dan memberikan bantuan sosial harus memenuhi berbagai persyaratan/kriteria dan tata cara/mekanisme yang sudah diatur, seperti harus dipersyaratkannya permohonan dari pemohon dan kriteria lainnya (bantuan sosial yang direncanakan), rekomendasi SKPD sampai dengan penganggarannya ke dalam APBD. Jika kita membaca APBD, khusus kelompok belanja tidak langsung terdapat jenis belanja bantuan sosial. Di dalam jenis belanja bantuan social tersebut terdapat nilai anggaran di dalam APBD, namun di dalam proses penganggarannya tidak melalui proses bantuan sosial sebagaimana dimaksud di dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012. Inilah yang saya maksudkan terdapat belanja bantuan sosial akan tetapi hal ini bukan merupakan bantuan sosial. Contoh suatu Pemerintah Daerah tidak pernah menerima, memproses dan memberikan bantuan sosial namun di dalam belanja bantuan sosial terdapat anggaran untuk belanja bantuan sosial.

Hal seperti ini berkaitan dengan pasal 42 ayat (5) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, “Dalam hal pengelolaan hibah dan/atau bantuan sosial tertentu diatur lain dengan peraturan perundang-undangan, maka pengaturan pengelolaan dimaksud dikecualikan dari Peraturan Menteri ini”.Ketentuan ini berkenaan dengan dana pendamping atau pendanaan urusan berama atas PNPM, Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) serta lain-lain program pemerintah/pemerintah daerah. Penganggaran program seperti ini berpedoman terakhir sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014 pada angka 14, “Dalam rangka mendukung efektifitas implementasi program penanggulangan kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan dan Perkotaan, pemerintah daerah harus menyediakan dana pendamping yang bersumber dari APBD dan dianggarkan pada jenis belanja bantuan sosial sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan”. Ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 168/PMK.07/2009 sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2), “kelompok program penanggulangan kemiskinan dirinci dalam bentuk kegiatan yang komponen bantuan langsung masyarakatnya adalah belanja bantuan sosial”.

Sehingga jika kita membaca APBD belanja bantuan sosial dan terdapat nilai dalam belanja bantuan sosial, dan daerah yang tidak menganggarkan bantuan sosial itu hanyalah dana pendamping program PNPM atau program lainnya dari pemerintah/pemerintah daerah. Demikian pula halnya, apabila kita membaca LKPD: belanja bantuan sosial, dan jika suatu daerah tidak menganggarkan bantuan sosial namun di dalam LKPD disajikan nilai belanja bantuan sosial itupun merupakan dana pendamping dari PNPM atau program lainnya dari pemerintah/pemerintah daerah, dan/atau bagian dari realisasi bantuan sosial berupa barang yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat yang ada pada SKPD yang sebelumnya dianggarkan pada belanja langsung pada belanja barang/jasa yang dikonversi sesuai standar akuntansi pemerintahan ke belanja bantuan sosial. Hal ini sesuai dengan pasal 39 ayat (1) Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, “Realisasi bantuan sosial berupa barang dikonversikan sesuai standar akuntansi pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diuangkapkan pada catatan atas laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah”.

Cara Menaksir Harga Rumah Berdasarkan NJOP

Harga rumah di Jakarta bisa dikatakan tidak murah lagi. Bahkan, rumah petakan yang ukurannya kecil dijual dengan harga ratusan juta ru...