MENU

Jumat, 23 November 2018

CONTOH SURAT SOMASI UNTUK TEGURAN YANG BAIK DAN BENAR

Surat somasi merupakan surat pemberitahuan yang bersifat teguran ataupun peringatan sebelum melakukan penuntutan secara hukum, baik itu penuntukan hukum perdata maupun hukum pidana. Nah, bila anda yang ingin membuatnya, berikut ini kami bagikan beberapa contoh surat somasi yang bisa anda jadikan bahan referensi/rujukan.

CONTOH SURAT SOMASI
Adapun contoh surat somasi yang kami berikut adalah sebagai berikut:

1. CONTOH SURAT SOMASI PERJANJIAN PEMBANGUNAN GEDUNG
Nomor: 0204/Pts.G/2011AB
Perihal: Somasi Pertama



Kepada Yth.:
Direktur PT. Common Light
Bpk Ir. Brian Wahyu Pamungkas
Jl. C45 Jakarta Timur



Dengan hormat,

Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama Pembangunan Gedung Auditorirum Common Light antara pihat PT. Common Light dengan PT. Brillian Construction, berdasarkan Perjanjian kerja sama Nomor 1300 tanggal 29 Oktober 2013 yang mana telah menentukan kewajiban kami sebagai Kontraktor untuk melakukan Pembangunan Gedung Auditorium Common Light dan kewajiban saudara sebagai Direktur PT. Common Light untuk melakukan pelunasan pembayaran Pembangunan Gedung Auditorium Common Liht sebesar Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) kepada kami sebelum tanggal jatuh tempo 14 Februari 207. Terkait hal tersebut, perlu kami sampaikan bahwa:

Kami telah melaksanakan kewajiban kami sebagai Kontraktor Pembangunan Gedung Auditorium Common Ligt sesuai Perjanjian, yaitu melakukan pembangunan gedung Auditorium pada tanggal 1 November 2013 sampai 10 Februari 2017
Sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran tersebut diatas, ternyata saudara belum juga melaksanakan kewajiban saudara, yaitu melakukan pelunasan pembayaran sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) kepada kami.
Dengan demikian maka Bpk. Brian Wahyu Pamungkas masih berhutang kepada kami sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dengan ini kami kami memberikan PERINGATAN/SOMASI kepada Saudara untuk:

Melaksanakan kewajiban saudara sebagai Direktur utama PT. Common Light untuk melakukan pelunasan pembayaran pembangunan gedung auditorium Common Light kepada kami sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu minggu (tujuh) hari kalender terhitung sejak tanggal diterimanya surat PERINGATAN/SOMASI ini.
Dalam hal sampai dengan jangka waktu tersebut Saudara belum juga melaksanakan kewajiban Saudara, maka kami akan mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan, baik pidana maupun perdata.
Demikian PERINGATAN/SOMASI ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian.



Hormat kami,
PT . Brilliand Construction
Direktur Utama
Dr. Ir. M. Yusuf

2. CONTOH SURAT SOMASI TENTANG PERJANJIAN PENJUALAN
Nomor   : 360/Pdt.G/2017AK
Hal         : Somasi Kedua



Kepada Yth
DIRUT P.T. Sinar Mas
Bpk. Firdausy
Jl.  C85, Surabaya



Dengan Hormat,

Untuk dan atas nama klien kami, Sdr. Putra Bima pekerjaan pedagang bertempat tinggal di Jl. Merdeka  no 08 Surabaya, dengan ini kami ingin menyampaikan Somasi kedua kepada saudara sebagai berikut :

Bahwa klien kami dengan saudara telah membuat suatu perjanjian pengikatan untuk melakukan jual beli dengan nomor 37/21.46/2017 tanggal 1 Februari 2017 tentang penjualan gedung perkantoran bertingkat IIV di :

Kompleks : Gedung Perkantoran Ciputra
Terletak di   : Jalan , S Merdekaurabaya 65452
Blok : 3
Nomor  : 7b
Luas Tanah : 600 M2
Jumlah Lantai : 3 (empat) Lantai

Luas Bangunan :  600 M2

Lantai I : 200 M2
Lantai II : 200 M2
Lantai III : 200 M2

Bahwa menurut pasal 5 ayat (3) dari perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak yang bersangkutan tersebut, saudara telah berjanji akan menyerahkan bangunan tersebut untuk dapat dipergunakan oleh klien kami selambat-lambatnya pada tanggal 10 februri 2017.

Bahwa menurut pasal 7 ayat (5) klien kami mengikat diri untuk melunasi sisa harga penjualan dan pembelian sebesar Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) dalam sekali bayar;

Bahwa klien kami selain sudah memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut sesuai dengan perjanjian di atas seperti terbukti menurut perincian pembayaran terlampir juga berkehendak untuk melaksanakan perjanjian tersebut ;

Bahwa karena sampai hari Senin tanggal 13 Februari 2017 saudara belum dapat memenuhi kewajiban saudara untuk menyerahkan secara nyata gedung perkantoran yang telah saudara jual dan juga seharusnya diserahkan kepada klien kami selambat-lambatnya pada tanggal 10 Februari 2017, sehingga telah terjadi wanprestasi; Oleh sebab itu kami memberikan kesempatan kepada saudara untuk menyerahkan gedung perkantora tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkannya somasi kedua ini.

Perusahaan besar yang bonafide dan mempunyai nama baik di kalangan pedagang masyarakat Indonesia seperti perusahan Anda tentunnya kami yakin saudara tentu akan menjaga nama baik tersebut;
Maka berdasarkan uraian tersebut, dengan ini kami atas nama klien kami mengirimkan somasi ini agar saudara dapat memenuhi surat perjanjian yang telah saudara tanda tangani sendiri. Kami berharap Saudara dapat dengan segera menyerahkan secara nyata gedung perkantoran tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.



Hormat Kami,
Kuasa Hukum

Kartika Sianturi

Surabaya, 14 Februari 2017



Dalam suatu perjanjian kerja sama dalam dunia bisnis yang tidak terlaksana dengan semestinya dikarenakan adanya beberapa sebab maupun ingkar janji ataupun wanprestasi yakni keadaan yang dikarenakan kelalaian ataupun kesalahan dari pihak yang mempunyai utang/kewajiban (debitur). Maka sudah sewajarnya pihak yang mempunyai hak (kreditur) dapat melayangkan surat somasi hingga 3 kali dengan jeda waktu tertentu, sebelum berlanjut ke proses hukum yang lebi lanjut. Maka dari itu perlu dilakukan pembuatas surat somasi untuk memberi peringatan terlebih dahulu.

Somasi tidak hanya bisa diajukan oleh sarjana hukum, akan tetapi semua pihak dan setiap warga negara. Dengan adanya surat somasi yang artinya pihak telah melangkar aturan yang telah disepakati dan telah melanggar hukum, sehingga bisa menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Nah, untuk Anda yang telah melakukan perjanjikan / kontrak kerja sama dan dengan didasarkan dengan hukum, maka haruslah ditepati dan menghargai aturan tersebut.

Demikian dua contoh surat somasi yang dapat Anda jadikan sebagai referensi. Dengan memberikan surat somasi terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan hukum maka Anda telah melakukan hal yang tepat. [Ay – @editor: J. Sitio].

Referensi: https://lovetya.wordpress.com/2008/12/14/contoh-surat-somasi-1-2-3

PROSEDUR PENYELESAIAN TINDAK PIDANA

Tahapan Tindak Pidana:

    Pra-Pelaporan & Pelaporan
    Penyelidikan & Penyidikan
    Pra-Penuntutan
    Penuntutan


A. Pra-Pelaporan dan Pelaporan

Sehubungan dengan adanya beberapa tindak pidana yang saat ini sedang dialami oleh beberapa kantor cabang maupun Unit Kerja, maka dirasakan perlu untuk mengetahui secara umum tentang proses atau alur dari penyelesaian tindak pidana. Dengan mengetahui prosedur penyelesaian tindak pidana ini, maka pihak-pihak terkait diharapkan dapat lebih mempersiapkan diri serta langkah yang akan ditempuh terkait dengan penyelesaian tindak pidana yang terjadi. Tujuan lain dari pengetahuan ini adalah agar Bukopin secara umum dan pemilik tindak pidana secara khusus terhindar dinamika birokrasi dan ulah dari aparatur penegak hukum yang terkadang dirasakan kurang mendukung terhadap penyelesaian suatu tindak pidana. Untuk lebih jelasnya tentang prosedur penyelesaian tindak pidana dimaksud, di bawah ini akan dibahas secara khusus.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa proses penyelesaian suatu tindak pidana umum di luar tindak pidana aduan dan tertangkap tangan dimulai dari laporan polisi. Laporan polisi tersebut merupakan dasar bagi kepolisian pada unit yang bersangkutan untuk menindaklanjuti tindak pidana yang dilaporkan. Dalam kaitannya dengan laporan polisi tersebut ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain; kemungkinan terjadinya perluasan tindak pidana dan pelaku sebagai akibat dari laporan polisi yang dibuat, kesesuaian antara laporan polisi yang dibuat dengan bukti dan fakta, kemungkinan terjadinya kesalahan pelaporan, konsekuensi dan implikasi dari pelaporan serta hambatan yang mungkin dapat terjadi terkait dengan laporan polisi yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebelum melaporkan suatu tindak pidana kepada kepolisian sebaiknya terlebih dahulu ditentukan arah dan tujuan dari pelaporan itu sendiri.

Untuk mengantisipasi terjadinya beberapa hal tersebut di atas, maka sebelum pelaporan dilakukan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan verifikasi dan identifikasi, pengumpulan barang bukti, fakta, keterangan serta informasi yang relevan dan terkait dengan tindak pidana yang ingin dilaporkan. Setelah verifikasi dan identifikasi dilakukan, maka sebaiknya dibuat kronologis atas tindak pidana tersebut yang disusun secara sistematis berdasarkan tanggal kejadian, sehingga alur ceritanya menjadi runut dan komprehensif.

Fungsi utama dari kronologis kasus ini adalah untuk mengetahui tindak pidana tersebut secara dalam dan detail. Pengetahuan terhadap tindak pidana sacara lebih dalam dan khusus diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk menentukan jenis tindak pidana yang terjadi, aturan yang dilanggar, pihak-pihak yang terkait, sanksi hukum, peranan serta tanggung jawab hukum satu sama lain, masalah lain yang mungkin timbul, resiko hukum serta hambatan dan kendala yang mungkin dihadapi dalam proses penyelesaian tindak pidana yang bersangkutan. Oleh karena itu, suatu kronologis kasus idealnya minimal memuat deskripsi kasus, jenis tindak pidana yang dilakukan, peran dan tanggung jawab pihak-pihak terkait, aturan hukum yang dilanggar, sanksi, hambatan, resiko serta langkah yang akan dilakukan dalam proses penyelesaian tindak pidana yang bersangkutan.

Setelah kronologis kasus tersebut dibuat, sebaiknya dilakukan diskusi atau rapat untuk melihat berbagai pendapat dan tanggapan atas tindak pidana yang bersangkutan. Hasil rapat tersebut idealnya dituangkan dalam sebuah Notulen Rapat yang sekaligus merupakan acuan dalam penyelesaian tindak pidana yang bersangkutan. Oleh karena itu, rapat tersebut minimal harus menetapkan jenis tindak pidana yang terjadi dan yang akan dilaporkan kepada kepolisian, resiko dan hambatan yang mungkin terjadi serta langkah yang dilakukan baik untuk penyelesaian maupun sebagai antisipasi atas kemungkinan terjadinya permasalahan lain di luar tindak pidana yang dilaporkan tersebut.

Notulen rapat yang dijadikan sebagai acuan dalam proses penyelesaian tindak pidana tersebut tidak bersifat memaksa atau baku, akan tetapi dapat dirubah sewaktu-waktu bilamana dirasakan perlu dan penting untuk penyelesaian tindak pidana yang bersangkutan. Hal ini didasarkan pada fungsi utama dari ketetapan rapat tersebut yaitu untuk efisiensi dan efektivitas penyelesaian yang dilakukan. Oleh karena itu, Notulen rapat tersebut sifatnya dinamis dan fleksibel. Dalam pengertian ini, Notulen rapat tersebut dapat dirubah bilamana situasi dan kondisi mengharapkan demikian.

B. Penyelidikan dan Penyidikan

Tindak lanjut dari suatu laporan polisi adalah dilakukannya penyelidikan oleh pihak kepolisian. Tujuan utama dari penyelidikan adalah untuk memastikan benar-tidaknya ada tindak pidana sebagaimana dilaporkan serta dugaan pelakunya, menentukan tempat (locus) dan waktu (tempus) terjadinya tindak pidana. Oleh karena itu, dalam proses penyelidikan ini pihak kepolisian akan mencari bukti, meminta keterangan korban (pelapor), saksi-saksi dan terlapor. Keterangan korban, saksi-saksi dan terlapor tersebut akan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Berdasarkan BAP tersebut. serta bukti dan fakta yang ada, polisi kemudian menentukan benar-tidaknya ada tindak pidana sebagaimana dilaporkan? Kalau benar ada, tindak pidana apa sebenarnya yang terjadi? Siapa tersangka, dimana dan kapan terjadinya? Dengan demikian, penyelidikan dilakukan untuk menguji dan memastikan kebenaran dari laporan polisi yang dibuat.

Dalam tahap penyelidikan ini polisi biasanya terlebih dahulu mem-BAP korban dan saksi. Setelah BAP korban dan saksi selesai, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan terlapor. Tujuan dari skenario pemeriksaan tersebut adalah untuk mengantisipasi dan mencegah terlapor lari dari kenyataan yang sebenarnya. Dalam artian, melalui metode tersebut diharapkan terlapor mau mengakui perbuatannya, sehingga pemeriksaan lebih lancar.

Dalam kaitannya dengan penyelidikan tersebut di atas, ada beberapa hal penting yang harus diantisipasi yaitu terjadinya perluasan tindak pidana dan/atau pelakunya, terjadinya perubahan tindak pidana dari yang dilaporkan dan yang diproses, kemungkinan dihentikannya pemeriksaan atas laporan polisi tersebut karena tidak cukup bukti atau kurang bukti. Oleh karena itu, dalam proses pemeriksaan tersebut, harus dapat dipastikan bahwa semua keterangan yang diberikan oleh korban dan saksi dalam BAP sejalan dengan laporan polisi yang dibuat. Untuk memastikan hal ini, maka sebaiknya korban dan saksi harus didampingi oleh penasehat hukum atau pengacara. Tujuan dari pendampingan tersebut adalah untuk memastikan bahwa pemeriksaan tersebut sejalan dengan laporan polisi yang dibuat.

Setelah dugaan jenis tindak pidana serta pelakunya sudah ditetapkan untuk sementara waktu dalam penyelidikan, maka proses penyelidikan tersebut akan dilanjutkan ke tahap penyidikan. Dengan demikian, tindakan penyidikan dilakukan bukan untuk menentukan dugaan tindak pidana dan pelakunya, melainkan upaya pendalaman pemeriksaan atas tindak pidana yang bersangkutan dan pelakunya serta pengumpulan barang bukti. Dalam tahap inilah biasanya terjadi perluasan tindak pidana dan dugaan pelaku atas tindak pidana yang dilaporkan. Untuk mengantisipasi kejadian ini, maka sebaiknya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada tahap penyelidikan (BAP) harus dimonitor dan diawasi secara baik, benar dan berkelanjutan.

C. Pra-Penuntutan

Setelah proses penyidikan selesai dilakukan oleh kepolisian, maka berkas beserta barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang bersangkutan akan diberikan kepada Kejaksaan Negeri Setempat. Atas dasar itu, Kepala Kejaksaan Negeri Setempat kemudian menunjuk atau menetapkan Jaksa dari Kejaksaan Negeri tersebut untuk menjadi Jaksa Peneliti sekaligus menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tindak pidana yang bersangkutan. Setelah penunjukan dan penetapan tersebut, maka Jaksa Peneliti akan meneliti dan mempelajari berkas berikut barang bukti dari tindak pidana yang bersangkutan.

Hasil penelitian tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk Surat Petunjuk yang berisi tentang pendapat hukum dari Jaksa Peneliti atas berkas dan barang bukti dari tindak pidana yang bersangkutan. Surat petunjuk tersebut merupakan petunjuk Jaksa Peneliti kepada polisi atas berkas dan barang bukti yang diserahkan oleh kepolisian kepada kejaksaan. Surat petunjuk tersebut dapat berupa perintah kepada kepolisian untuk melengkapi beberapa berkas dan barang bukti atau dapat pula merupakan pernyataan lengkap dari pihak kejaksaan.

Terhadap surat petunjuk yang belum lengkap, maka berkas dan barang bukti tersebut akan dikembalikan lagi oleh Jaksa Peneliti kepada Penyidik untuk dilakukan pemberkasan ulang sesuai dengan surat petunjuk Jaksa Peneliti. Proses bolak-balik berkas dari Jaksa Peneliti kepada Penyidik dapat berulang-ulang. Dalam praktek proses bolak-balik tersebut disebut dengan istilah P-18, P-19 dan P-21 untuk berkas dan barang bukti yang menurut Jaksa Peneliti sudah lengkap. Ukurannya bukan pada frekuensi bolak-baliknya berkas, akan tetapi kelengkapan dari berkas yang bersangkutan berdasarkan pendapat Jaksa Peneliti. Hal ini perlu diperhatikan dan disikapi secara bijak dan cepat khususnya bagi pihak-pihak yang berperkara karena bolak-balik berkas tersebut akan memakan waktu yang dengan sendirinya berdampak pada tenggang waktu yang dimiliki oleh penyidik dalam melakukan penyidikan atas tindak pidana yang bersangkutan. Terhadap tindak pidana yang sudah habis masa waktu bagi penyidik dalam melakukan penyidikan, maka konsekuensinya Pelaku harus dibebaskan bahkan harus dilepaskan karena dirasakan tindak pidana tersebut tidak cukup bukti, sehingga tidak dapat dilanjutkan kepada proses penuntutan dan karenanya harus dihentikan dengan sarana Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP-3). Hal inilah yang penting untuk diantisipasi. Oleh karena itu, komunikasi pelapor dengan pihak Penyidik juga Kejaksaan harus intensif dan komunikatif.

Terhadap berkas dan barang bukti yang berdasarkan Surat Petunjuk Jaksa Peneliti sudah lengkap (P-21), maka berkas, barang bukti serta Pelaku dari tindak pidana yang bersangkutan diserahkan kepada Kejaksaan. Dengan demikian, segala sesuatu yang terkait dengan tindak pidana tersebut sudah beralih dari pihak Penyidik kepada Kejaksaan. Tehadap berkas dan barang bukti atas suatu tindak pidana yang sudah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Peneliti, maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Jaksa Peneliti yang sekaligus sebagai JPU tersebut adalah membuat Surat Dakwaan. Dalam dakwaan tersebut disebutkan tentang jenis tindak pidana yang terjadi, tempat dan waktu terjadinya tindak pidana, dugaan terdakwa, hukum yang dilanggar serta sanksi hukum atas pelanggaran hukum tersebut. Dakwaan tersebut nantinya akan dibacakan oleh JPU dalam persidangan dan JPU-lah yang bertanggung jawab untuk membuktikan dakwaannya di depan sidang pengadilan. Kegagalan JPU dalam membuktikan dakwaannya dapat mengakibatkan Terdakwa bebas dan/atau lepas dari tuntutan hukum. Oleh karena itu, Surat Dakwaan harus dibuat berdasarkan bukti dan fakta dari tindak pidana yang bersangkutan.

D. Penuntutan

Proses pembuktian atas kebenaran suatu surat dakwaan sebagaimana disebutkan di atas adalah dalam persidangan. Persidangan merupakan tempat bagi JPU, Terdakwa atau Kuasa Hukum untuk membuktikan kebenaran dari suatu dakwaan. Dalam persidangan ini JPU akan berupaya maksimal agar dakwaannya terbukti secara hukum, sehingga terdakwa dapat dihukum sesuai dengan tuntutan hukuman yang diberikan oleh JPU, begitu juga sebaliknya dengan Terdakwa atau Kuasa Hukum, mereka harus berupaya agar apa yang didakwakan JPU dalam dakwaannya tidak dapat terbukti, sehingga Terdakwa dapat bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum. Disinilah pembuktian dan pembelaan terjadi.

Setelah proses penuntutan selesai dilakukan, maka selanjutnya Hakim akan membuat putusan atas tindak pidana yang didakwakan oleh JPU kepada terdakwa. Putusan Hakim tersebut dapat menghukum, membebaskan dan/atau melepaskan terdakwa dari dakwaan JPU. Prinsip pengambilan putusan oleh Hakim atas dakwaan adalah alat bukti dan keyakinan Hakim. Keyakinan Hakim mana harus bersumber dan berdasar pada alat bukti dan fakta atas tindak pidana yang didakwakan.

Narasumber : Suleman Batubara

Cara Menaksir Harga Rumah Berdasarkan NJOP

Harga rumah di Jakarta bisa dikatakan tidak murah lagi. Bahkan, rumah petakan yang ukurannya kecil dijual dengan harga ratusan juta ru...