Berbicara
advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu
berubah-ubah sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik
pada suatu kawasan tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah
pembelaan. Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan
definisi advokasi, yaitu:
1.
Usaha-usaha terorganisir untuk membawa
perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan,
regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier).
2.
Advokasi adalah membangun
organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa
bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat
tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.
3.
Upaya terorganisir maupun aksi yang
menggunakan sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan
undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
adil dan merata (Institut Advokasi Washington DC).
Dari
beberapa definisi di atas, setidaknya advokasi dapat difahami sebagai bentuk
upaya melakukan pembelaan rakyat (masyarakat sipil) dengan cara yang sistematis
dan terorganisir atas sikap, perilaku, dan kebijakan yang tidak berpihak pada
keadilan dan kenyataan.
Advokasi: Alasan, Tujuan, dan Sasaran
Bagi
sebagian orang yang telah berkecimpung dalam dunia advokasi, tentu mereka tidak
akan menanyakan kembali mengapa mereka melakukan hal itu. Namun, bagi sebagian
lainnya yang belum begitu memahami, atau bahkan belum pernah mengenal, seluk-beluk
advokasi, jawaban atas pertanyaan “Mengapa beradvokasi?” menjadi cukup relevan
dan urgen untuk dijawab.
Ada
banyak sekali alasan mengapa seseorang harus, dan diharuskan, untuk melakukan
kerja-kerja advokasi. Secara umum alasan-alasan tersebut antara lain adalah:
1.
Kita selalu dihadapkan dengan
persoalan-persoalan kemanusiaan dan kemiskinan
2.
Perusakan dan kekejaman kebijakan selalu
menghiasi kehidupan kita
3.
Keserakahan, kebodohan, dan kemunafikan
semakin tumbuh subur pada lingkungan kita
4.
Yang kaya semakin gaya dan yang melarat
semakin sekarat
Dari
beberapa poin di atas ini kemudian melahirkan kesadaran untuk melakukan
perubahan, perlawanan, dan pembelaan atas apa yang dirasakan olehnya. Salah
satu bentuk perlawanan dan pembelaan yang “elegan” adalah advokasi.
Tujuan
dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas
sebuah kondisi yang tidak atau belum ideal sesuai dengan yang diharapkan.
Secara lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi banyak diarahkan pada
sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat oleh para penguasa.
Mengapa
kebijakan publik? Kebijakan publik merupakan beberapa regulasi yang dibuat
berdasarkan kompromi para penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif)
dengan mewajibkan warganya untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap
kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal
serta diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif bagi
warganya. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin
mewakili secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan mereka
selalu memainkan peranan dalam proses kebijakan.
Siapa Pelaku Advokasi?
Advokasi
dilakukan oleh banyak orang, kelompok, atau organisasi yang dapat diklasfikan
sebagai berikut:
1.
Mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan
(PMII, HMI, KAMMI, FMN, LMND, dan lain-lain)
2.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau
disebut juga organisasi non-pemerintah
3.
Komunitas masyarakat petani, nelayan, dan
lain-lain
4.
Organisasi-organisasi masyarakat atau
kelompok yang mewakili interest para
anggotanya, termasuk organisasi akar rumput
5.
Organisasi masyarakat keagamaan (NU,
Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain-lain)
6.
Asosiasi-asosiasi bisnis
7.
Media
8.
Komunitas-komunitas basis (termasuk klan
dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain-lain). Contoh: FBR, Pandu, Apdesi, dan
Polosoro
9.
Persatuan buruh dan kelompok-kelompok lain
yang peduli akan perubahan menuju kebaikan
Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan
Strategi
Advokasi
selamnya menyangkut perubahan yang mengubah beberapa kebijakan, regulasi, dan
cara badan-badan perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan
kebijakan pun tidak semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang
harus kita lewati untuk melakukan perubahan tersebut.
Lapisan
pertama mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik
kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok anak jalanan dan
“gepeng” menolak Raperda yang telah dirancang kepada anggota dewan dan pejabat
pemerintahan. Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan individu para warga,
ormas, dan LSM. Dengan penolakan dan penentangan adanya Raperda, anggota
komunitas belajar bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang
lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga,
menata kembali masyarakat. Kita mengubah pola pikir dan memberdayakan
masyarakat marjinal (gepeng dan anjal) untuk berinisiatif melakukan perjuangan
hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu
membuat komunitas kita lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.
Oleh
karena itu, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan
mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal,
yaitu:
1.
Mengerti dan memahami isi dari kebijakan
beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa kebijakan apa saja tujuan dari
lahirnya kebijakan tersebut
2.
Pelajari beberapa konsekuensi dari
kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari kebijakan
tersebut
3.
Siapa yang akan dipengaruhi baik itu
sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
4.
Siapa aktor-aktor utama, siapa yang
mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka
5.
Tentukan jaringan formal maupun informal
melalui mana kebijakan sedang diproses. Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi
seperti komite legislatif dan forum public
hearing. Jaringan informal melalui komunikasi
interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan
kebijakan
6.
Mencari tahu apa motivasi para aktor utama
dan juga jaringan yang ada dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat
Perlu
kita pahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan
yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka
kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam
melakukan advokasi:
1.
Membangun jaringan di antara
organisasi-organisasi akar rumput (grassroots),
seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
2.
Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan
para pejabat dan beberapa partai politik yang berorientasi reformasi pada
pemerintahan
3.
Melakukan lobi-lobi antar instansi,
pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan (NU dan
Muhammadiyah)
4.
Melakukan kampanye dan kerja-kerja media
sebagai ajang publikasi
5.
Melewati aksi-akasi peradilan (litigasi, class action,
dan lain-lain)
6.
Menerjunkan massa untuk melakukan
demonstrasi
Manajemen Aksi
Menerjunkan
massa untuk melakukan aksi ataupun demonstrasi adalah merupakan strategi akhir
dalam mengadvokasi setiap kebijakan yang telah disahkan ataupun merugikan
banyak kalangan. Berikut beberapa aturan main ataupun perencanaan dalam
melakukan aksi ataupun melakukan demonstrasi.
Sebelum
menentukan apakah kita akan melakukan aksi, kita harus menjawab dulu poin-poin
pertanyaan berikut:
·
Pemetaan isu ataupun wacana apa yang akan
kita gaungkan?
·
Apa yang kita inginkan atas isu yang telah
kita gaungkan; menolak atau mendukung?
·
Apa persoalannya kemudian kita berinisiatif
untuk melakukan aksi?
·
Bagaimana kita hendak mengaksesnya?
·
Apa sasaran dan tujuan kita (siapa yang
membuatnya)?
·
Apa yang sedang ditargetkan
perundang-undangan ataupun peraturan adminstratif?