Pertanyaan:
Teman Saya pernah meminjam sejumlah uang kepada Saya untuk
modal usaha. Karena dia teman akrab Saya, maka Saya menyerahkan sejumlah
uang yang dia minta tanpa meminta jaminan, karena awalnya Saya percaya
kepada teman Saya ini. Dia berjanji kepada Saya untuk mengembalikan uang
tersebut setelah satu tahun. Pada awalnya cicilan tagihan dari dia
berjalan lancer, namun belakangan tagihan tersebut mulai tersendat dan
sekarang sudah melebihi jangka waktu yang dijanjikan. Setiap kali Saya
tagih, dia hanya mengatakan akan segera melunasinya. Saya sudah lelah
terus menerus dibohongi oleh teman Saya ini. Pertanyaan Saya, apakah
Saya bisa melaporkan teman Saya ini dengan tuduhan telah melakukan
penipuan? Terimakasih. Shinta, Tangerang
Jawaban:
Terimakasih atas pertanyaannya. Saya akan menjelaskan
perihal pertanyaan Ibu. Perlu diketahui bahwa sebenarnya hutang piutang
tidak bisa dijadikan sebagai tindak pidana penipuan.
Apabila seseorang tidak melunasi hutangnya, maka dia telah melakukan perbuatan cidera janji atau wanprestasi. Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, menyatakan:
“Penggantian
biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah
mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam
tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
Sesuai Pasal 1243 KUPer, bahwa seseorang dinyatakan melakukan telah melakukan cidera janji atau wanprestasi
apabila tidak memenuhi kewajiban yang diwajibkan kepadanya padahal
tenggang waktu yang diberikan kepadanya untuk melakukan kewajiban
tersebut telah lewat.
Dalam hal ini, jelas bahwa perkara wanprestasi tidak dapat dijadikan sebagai tindak pidana penipuan. Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, menyatakan:
“Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
Dalam Pasal 378 KUHP ini, jelas bahwa unsur tindak pidana penipuan adalah adanya unsur tipu muslihat atau rangkaian kebohongan. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, nomor 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990, mengatakan:
“Unsur
pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada
cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan
orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.”
Selain
itu, terdapat beberapa Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
juga menyatakan bahwa hutang piutang tidak dapat dipidanakan, yaitu:
1. Putusan Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970
Menyatan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
2. Putusan Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984
Menyatakan: “Hubungan
hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu
hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan
tindak pidana penipuan.”
3. Putusan Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986
Menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”
Dari
uraian di atas, tidak ditemukannya adanya unsur penipuan dalam masalah
yang sedang ibu hadapi, karena masalah ibu dengan teman ibu adalah
perkara hutang piutang, dimana teman ibu tidak melakukan kewajibannya
untuk melunasi hutangnya. Sementara itu ketika ibu memberikan pinjaman
kepada teman ibu, dia tidak menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan agar ibu memberikan pinjaman kepadanya,
kecuali jika terdapat unsur nama atau martabat palsu, tipu muslihat
atau kebohongan sedari awal dia melakukan pinjaman, barulah dapat
dikenakan dengan penipuan.
Demikian
yang dapat Saya sampaikan, kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi Ibu untuk mengambil langkah hukum. Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar