Di dalam suatu
perkara perdata, pihak penggugat akan mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri. Ketentuan pengajuan gugatan diatur dalam Pasal 118 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (“HIR”). Di dalam artikel Format Surat Gugatan dijelaskan bahwa secara garis besar surat gugatan biasanya berisi antara lain:
1. Identitas para pihak (Persona standi in judicio)
Berisi
identitas lengkap penggugat antara lain nama lengkap, alamat, tempat
dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, dan kapasitas penggugat
(misalnya sebagai diri sendiri atau sebagai Direksi PT XYZ)
2. Posita
Posita disebut juga dengan Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi dalil
yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari
suatu tuntutan. Untuk mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus
menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil sehingga ia bisa mengajukan
tuntutan seperti itu. Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian
tentang kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus. Menurut M. Yahya Harahap di dalam buku Hukum Acara Perdata (hal. 58), Posita/Fundamentum Petendi yang yang dianggap lengkap memenuhi syarat, memenuhi dua unsur yaitu dasar hukum (rechtelijke grond) dan dasar fakta (feitelijke grond).
3. Petitum
Petitum
berisi tuntutan apa saja yang dimintakan oleh penggugat kepada hakim
untuk dikabulkan. Selain tuntutan utama, penggugat juga biasanya
menambahkan dengan tuntutan subside atau pengganti seperti menuntut
membayar denda atau menuntut agar putusan hakim dapat dieksekusi
walaupun akan ada perlawanan di kemudian hari yang disebut dengan uitvoerbar bij voorrad. Sebagai tambahan informasi, Mahkamah Agung dalam SEMA No. 6 Tahun 1975 perihal Uitvoerbaar bij voorraad tanggal 1 Desember 1975 menginstruksikan
agar hakim jangan secara mudah mengabulkan putusan yang demikian. Masih
menurut Yahya Harahap (hal. 63), Supaya gugatan sah, dalam arti tidak
mengandung cacat formil, harus mencantumkan petitum gugatan yang berisi
pokok tuntutan penggugat, berupa deskripsi yang jelas menyebut satu per
satu dalam akhir gugatan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok
tuntutan penggugat yang harus dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat.
Mengutip artikel Mengajukan Replik Pada Sidang Cerai, urutan tahapan sidang perdata adalah :
Pembacaan gugatan → Jawaban → Replik → Duplik
Setelah gugatan
dibacakan oleh pihak penggugat, pihak tergugat akan membuat jawaban atas
gugatan. Kemudian, pihak penggugat akan menjawab kembali jawaban yang
disampaikan tergugat yang disebut dengan replik. Terhadap replik
penggugat, tergugat akan kembali menanggapi yang disebut dengan duplik.
Setelah proses
jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata
dilanjutkan dengan pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula
dilakukan pemeriksaan setempat serta pemeriksaan ahli). Setelah tahap
pembuktian, majelis hakim kemudian bermusyawarat untuk merumuskan
putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan putusan atas perkara yang
tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat (Pasal 178 HIR)
Jadi, dalam hal
ini posita adalah rumusan dalil dalam surat gugatan; petitum adalah hal
yang dimintakan penggugat kepada hakim untuk dikabulkan; replik
merupakan respon penggugat atas jawaban tergugat; sedangkan duplik
merupakan jawaban tergugat atas replik dari penggugat.
Dasar hukum:
Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Herziene Indlandsch Reglement) Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941
Tidak ada komentar:
Posting Komentar