Karawang – Masyarakat Indonesia telah menggunakan uang kertas
sebagai alat transaksi sejak abad 17. Desain serta warna uang rupiah
kertas pun silih berganti seiring dengan perkembangan zaman. Namun
hingga kini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui alasan maupun
latar belakang pemilihan warna pada setiap lembar uang kertas rupiah.
Jika diperhatikan, penggunaan warna dengan unsur senada kerap
digunakan dalam setiap terbitan uang pecahan dengan nilai yang sama.
Sebut saja, uang kertas pecahan Rp20 ribu tahun emisi 2004 yang
memiliki dominasi warna hijau dengan gambar utama tokoh pahlawan
nasional Oto Iskandar Muda. Unsur warna hijau ini tetap dipertahankan
dalam pecahan baru tahun emisi 2016 meski pada gambar tokoh pahlawan
mengalami perubahan menjadi Dr.G.S.S.J Ratulangi.
Uang kertas pecahan Rp50 ribu juga memiliki dominasi warna biru
dengan gambar utama bagian muka adalah tokoh pahlawan Indonesia yang
berasal dari Bali, I Gusti Ngurah Rai.
Pada bagian belakang uang terdapat gambar salah satu destinasi wisata
di Pulau Bali yaitu Danau Beratan dengan Pura Ulundanu. Warna ini tetap
dipertahankan dalam pecahan tahun emisi 2016 dengan perubahan gambar
tokoh pahlawan menjadi ir.H.Djuanda Kartawidjaja dan Meski tidak mengalami perubahan di gambar pahlawan, pada uang pecahan
Rp100 ribu tahun emisi 2016 juga tetap memiliki desain yang didominasi
oleh warna merah.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 tahun 2006, kini tugas
pencetakan uang kertas Rupiah tersebut diserahkan oleh Bank Indonesia
(BI) kepada Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Sementara untuk penetapan logo hingga pemilihan desain pun menjadi kewenangan BI sebagai otoritas moneter.
Kepala Biro Komunikasi Peruri Siwi Widjayanto mengatakan, sebenarnya
tidak ada alasan khusus atas pemilihan warna untuk setiap pecahan uang
kertas. Namun, alasan psikologis masyarakat umum dalam mengenali objek
berwarna yang lebih cepat, menjadi pertimbangan otoritas menggunakan
warna berbeda-beda untuk setiap pecahan uang kertas.
Pemilihan warna sendiri telah melewati tahap yang cukup komprehensif
hasil koordinasi antara Bank Indonesia sebagai perancang desain dengan
Perum Peruri sebagai pencetak.
“Pemilihan warna itu sebagai bentuk identifikasi. Perlu diketahui
masyarakat Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang
berbeda-beda. Untuk pengenalan uang kepada masyarakat melalui
identifikasi warna memang dianggap tepat dan paling mudah dikenali,”
ujar Siwi di kawasan pabrik Peruri, Karawang, Rabu (18/1).
“Seperti seragam anak sekolah saja, warna merah-putih itu identik
dengan anak SD, putih-biru itu identik dengan anak SMP dan seterusnya,”
lanjutnya.
Rumitnya Proses Cetak
Dalam pencetakan uang kertas, Peruri telah menerapkan Standar
Operasional Prosedur yang berpengaman tinggi untuk menjamin keamanan dan
kerahasiaan proses cetak uang, mulai dari proses desain uang,
penyediaan kertas, tinta maupun proses cetaknya hingga akhirnya menjadi
uang Rupiah siap edar yang memiliki beberapa fitur pengaman.
Fitur pengamanan yang dikenal luas oleh masyarakat pada uang kertas
adalah :
- penggunaan watermark,
- cetak intaglio / timbul,
- benang pengaman,
- tinta sekuriti
- hingga teknologi rectoverso (saling isi).
Setidaknya untuk melewati tiga tahapan itu, Peruri membutuhkan waktu
kurang lebih tiga minggu untuk mencetak selembar uang kertas. Tahap
pertama, petugas melakukan pengukiran (engraving) pelat pencetak uang. Pelat ini sebagai dasar untuk mencetak uang kertas.
Deputi Departemen Cetak Uang Kertas Peruri, Mohammad Sofyan
mengatakan, setelah pelat jadi maka siap digunakan untuk mencetak kertas
uang dengan menggunakan bahan baku yang sebelumnya telah dipasok oleh
BI.
Selanjutnya, kertas akan mengalami tahap cetak awal. Pada proses ini, akan dimasukkan gambar saling isi.
Setelah melewati tahap cetak awal, uang didiamkan selama dua hari untuk dikeringkan. Lalu uang akan masuk ke alat cetak intaglio, yang berfungsi mencetak bagian depan dan belakang secara bersamaan.
“Ini paling rumit, orang belum tentu menguasai. Selama proses berlangsung ada potensi masalah,” ujar dia.
Proses selanjutnya, uang dalam bentuk lembaran besar akan diperiksa.
Asal tahu saja, kerusakan dalam proses pencetakan mesti dilaporkan dan
setiap produksi yang berlebih atau rusak harus dikembalikan ke BI.
“Kalau ada yang rusak, harus ketemu. Harus ada berita acara,” kata dia.
Baru setelah proses ini selesai akan dilanjutkan pada penyematan
nomor seri. Nomor seri ini diberikan oleh Peruri secara otomatis dan
teratur sesuai dengan urutan produksi sejak awal.
Pemeriksaan uang pun kembali dilakukan setelah nomor seri diberikan.
Kemudian, uang dalam lembaran besar ini akan masuk proses pemotongan dan
pengemasan untuk kemudian dikirim ke bank sentral.
Selain fitur-fitur sekuriti yang mudah dikenali oleh masyarakat umum
tersebut, juga diterapkan unsur pengaman tidak kasat mata yang hanya
dapat diketahui melalui bantuan alat maupun oleh petugas laboratorium
atau forensik. Untuk uang logam, fitur pengamanannya lebih menonjolkan
aspek kerumitan desain dan detail hasil cetak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar